Jumat, 25 Oktober 2013



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang.
Genu varum dan genu valgum, merupakan kekhawatiran umum pada tahun-tahun awal kehidupan. Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis tengah, sedangkan genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah. Untuk mayoritas anak, masalah ini merupakan variasi normal (fisiologis), dan membaik secara spontan. Sebagian lainnya, akan mengalami masalah kosmetik ataupun fungsi yang memerlukan penyangga (brace) dan tindakan pembedahan. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang baik dapat membantu mengevaluasi masalah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Genu varum dan genu valgum?
2.      Apa penyebab dari Genu varum dan genu valgum?
3.      Bagaimana manifestasi klinis dari Genu varum dan genu valgum?
4.      Bagaimana patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum?
5.      Apa pemeriksaan penunjang untuk Genu varum dan genu valgum?
6.      Bagaimana komplikasi Genu varum dan genu valgum?
7.      Bagaimana penatalaksanaan Genu varum dan genu valgum?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Genu varum dan genu valgum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang Genu varum dan genu valgum dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus Genu varum dan genu valgum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan tentang Genu varum dan genu valgum.
2.      Menjelaskan tentang penyebab dari Genu varum dan genu valgum.
3.      Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari Genu varum dan genu valgum.
4.      Menjelaskan tentang patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum.
5.      Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk Genu varum dan genu valgum.
6.      Menjelaskan tentang komplikasi Genu varum dan genu valgum.
7.      Menjelaskan tentang penatalaksanaan Genu varum dan genu valgum.
8.      Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Genu varum dan genu valgum.

1.4 Manfaat
1.      Untuk mengetahui tentang Genu varum dan genu valgum.
2.      Untuk mengetahui tentang penyebab dari Genu varum dan genu valgum.
3.      Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari Genu varum dan genu valgum.
4.      Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum.
5.      Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang untuk Genu varum dan genu valgum.
6.      Untuk mengetahui tentang komplikasi Genu varum dan genu valgum.
7.      Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Genu varum dan genu valgum.
8.      Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Genu varum dan genu valgum.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang.
Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
·         Cubitus varus adalah berkurangnya sudut lipat siku (carrying angle).
·         Coxa vara adalah berkurangnya sudut leher-tangkai femoral (<130°).
·         Genu varum atau bow leg (kaki O) adalah kondisi dimana lutut berjauhan saat kaki disatukan.
·         Heel varus adalah berkurangnya sudut antara aksis kaki dengan tumit, seperti pada posisi inversi.
·         Talipes equinovarus adalah deformitas inversi dari kaki, biasa disertai dengan equinus (deformitas fleksi plantar) dari sendi pergelangan kaki (sering ditemukan pada kelainan kongenital clubfoot).
·         Metatarsus varus atau metatarsus aduktus (istilah yang lebih tepat) adalah deformitas aduktus dari bagian kaki depan (forefoot) terhadap bagian kaki belakang (hind foot). 
·         Hallux varus adalah deformitas aduksi ibu jari kaki melalui sendi metatarsofalangeal.
Valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
·         Cubitus valgus adalah meningkatnya sudut lipat siku (carrying angle)
·         Coxa valga adalah meningkatnya sudut leher-tangkai femoral (>130°)
·         Genu valgum atau knock knee (kaki X) adalah kondisi dimana kaki berjauhan saat lutut disatukan.
·         Heel valgus adalah meningkatnya sudut antara aksis kaki dengan tumit, seperti pada posisi eversi.
·         Talipes calcaneovalgus adalah deformitas eversi dari kaki dengan kombinasi dengan calcaneus (deformitas fleksi dorsal) dari sendi pergelangan kaki.
·         New PictureNew PictureHallux valgus adalah deformitas abduksi ibu jari kaki melalui sendi metatarsofalangeal.











Gambar 1. Deformitas varus dan valgus

New Picture (1)Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis tengah. Genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.






Gambar 2. Genu varum (A) dan Genu valgum (B)

2.2 Anatomi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan sendi sinovial terbesar pada tubuh. Sendi lutut terdiri dari:
·         Artikulasi antara femur dan tibia, merupakan sendi penahan beban (weightbearing joint)
·         New PictureArtikulasi antara patella dan femur






Gambar 3. Sendi lutut (kapsul sendi tidak ditampilkan)

Permukaan Artikular

Permukaan artikular dari tulang pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago hialin. Permukaan utama yang terlibat adalah:
·         Kedua kondilus femoralis
·         New PictureAspek superior dari kondilus tibialis





Gambar 4. Permukaan artikular sendi lutut.  A. Ekstensi B. Fleksi C. Tampak depan (fleksi)

Meniskus

New Picture (1)Ada dua meniskus, yang merupakan fibrokartilago berbentuk C, pada sendi lutut, satu pada sisi medial (meniskus medialis) dan lainnya pada sisi lateral (meniskus lateralis). Keduanya melekat pada faset regio interkondilar dari plateau tibia.






   Gambar 5.Meniskus sendi lutut

Membran Sinovial

New PictureMembran sinovial dari sendi lutut melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi luar superior dan inferior dari meniskus. Pada bagian posterior, membran sinovial memisahkan membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum posterior dan melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga sendi. Pada bagian anterior, membran sinovial terpisah dari ligament patellar oleh bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad).






Gambar 6. Membran sinovial dan bursa sendi lutut

Membran Fibrosa

Membran fibrosa dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat oleh tendon dari otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi rongga sendi dan regio interkondiler:
·         Pada sisi medial dari sendi lutut, membran fibrosa bergabung dengan ligamen kolateral tibia dan berikatan dengan permukaan internal ke meniskus media.
·         Pada sisi lateral, permukaan eksternal dari membran fibrosa dipisahkan oleh celah dari ligamen kolateral fibula dan permukaan internal dari membran fibrosa tidak menempel pada meniskus lateral.
·         Pada sisi anterior, membran fibrosa menempel pada margin patela dan diperkuat oleh perluasan tendon dari otot vastus lateralis dan vastus medialis, yang akan bergabung dengan tendon quadricep femoris pada bagian atas dan ligamen patela pada bagian bawah.
New Picture 












Gambar 7. Membran fibrosa kapsul sendi lutut A. Tampakan anterior B. Tampakan posterior
Ligamentum
New PictureLigamen mayor yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela, ligamen kolateral tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum anterior dan posterior.










Gambar 8. Ligamen kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial

Peredaran Darah dan Inervasi

Peredaran darah ke sendi lutut terutama oleh cabang desenden dan genikular dari arteri femoral, popliteal, dan femoral sirkumfleks lateral pada paha (tungkai atas) dan arteri fibularis sirkumfleksa dan cabang recurrent dari arteri tibialis anterior pada tungkai bawah. Pembuluh darah ini membentuk jarinagan anastomosis di sekitar sendi. Sendi lutut dipersarafi oleh cabang dari saraf obturator, femoral, tibia, dan fibularis komunis.


New Picture 











Gambar 9. Perdarahan sendi lutut

2.3 Fisiologi Pertumbuhan Dan Remodelling Tulang

Proses Pertumbuhan Tulang

Tulang memanjang oleh suatu proses (meliputi osifikasi endokondral) dan melebar oleh proses lainnya (meliputi osifikasi intramembranosa).
Proses pertambahan panjang tulang terjadi oleh karena pertumbuhan interstisial pada kartilago diikuti dengan osifikasi endokondral. Oleh karena itu, ada 2 tempat yang memungkinkan untuk pertumbuhan kartilaginosa ini, yaitu kartilago artikular dan kartilago lempeng epifisis.






New Picture
 









Gambar 10. Pertumbuhan tulang pada masa kanak-kanak

Kartilago articular
Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek, kartilago artikular merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh tulang.
Kartilago lempeng epifisis
Lempeng epifisis merupakan lempeng pertumbuhan untuk metafisis dan diafisis pada tulang panjang. Pada tempat pertumbuhan ini, keseimbangan konstan dijaga antara 2 proses berikut (1) pertumbuhan interstisial dari sel-sel kartilago pada lempeng pertumbuhan (2) kalsifikasi, kematian dan penggantian pada permukaan metafisis oleh tulang melalui proses osifikasi endokondral. Empat zona pada lempeng epifisis dapat dibedakan, sebagai berikut:
·         The zone of resting cartilage melekatkan lempeng epifisis kepada epifisis, terdiri dari kondrosit imatur, juga pembuluh darah yang rapuh, yang berpenetrasi dari epifisis dan memberikan nutrisi bagi seluruh lempeng
·         The zone of young proliferating cartilage merupakan tempat pertumbuhan interstisial dari sel kartilago yang paling aktif, yang tersusun secara vertikal.
·         The zone of maturing cartilage terjadi pembesaran secara progresif dan maturasi dari sel kartilago saat mencapai metafisis. Kondrosit ini memiliki glikogen dalam sitoplasma dan memproduksi fosfatase untuk proses kalsifikasi matriks di sekitarnya.
·         New PictureThe zone of calcifying cartilage tipis dan kondrositnya telah mati sebagai akibat kalsifikasi matriks.









Gambar 11. Histologi dari lempemg epifisis
Proses pertambahan lebar tulang terjadi oleh karena pertumbuhan aposisional dari osteoblas pada bagian dalam periosteum, melalui proses osifikasi intramembranosa. Secara bersamaan, rongga medulla dari tulang juga semakin membesar melalui resorpsi osteoklas.

Proses Remodelling Tulang

Ketika tulang bertumbuh secara longitudinal, daerah metafisis yang sedang aktif mengalami remodelling secara berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi akibat deposisi tulang oleh osteoblas bersamaan dengan resorpsi tulang oleh osteoklas pada sisi yang berlawanan.
            Selain itu, proses remodelling tulang dapat terjadi akibat stress fisik. Tulang terdisposisi pada bagian yang mendapat stress fisik, dan teresoprsi pada bagian yang kurang mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal dengan nama Hukum Wolf.

2.4 Epidemiologi

Genu varum fisiologis sering terjadi, biasanya terjadi pada anak-anak berusia <2 tahun. Secara kontras, varus patologis, yang dapat terjadi akibat berbagai kondisi, lebih jarang terjadi, khususnya dengan semakin bertambahnya usia. Penyebab tersering genu varum patologis adalah penyakit blount, riketsia, dan displasia skeletal.
Genu valgum fisiologis biasanya terjadi pada tahun kedua dan ketiga kehidupan.Penyebab sindroma, seperti exostoses multipel herediter, sindroma Down, dan displasia skeletal, seringkali terjadi pada pasien berusia 3-10 tahun. Genu valgum idiopatik pada remaja mungkin diturunkan dalam keluarga atau dapat terjadi sporadik. Penyebab tersering genu valgum adalah osteodistrofi renal.
Pada negara dimana malnutrisi umum terjadi dan akses terhadap bantuan medis terbatas, insidensi keseluruhan terjadinya genu valgum dan varum lebih tinggi. Walaupun polio sebagian besar sudah tereradikasi, penyakit infeksi lain dan trauma yang tidak ditangani dengan baik (atau tidak ditangani sama sekali) menyebabkan kerusakan fiseal menjadi penyebab tersering dari deformitas klinis berkelanjutan yang dapat menyebabkan kelumpuhan.

2.5 Etiologi
Genu varum dan genu valgum dapat merupakan kondisi fisiologis normal ataupun patologis.
Genu Varum dan Genu Valgum Fisiologis
Genu varum dan genu valgum fisiologis dijelaskan oleh Selenius dan Vankka. Mereka mempelajari perkembangan sudut tibiofemoral pada tahun 1480 pada anak normal. Sudut tibiofemoral pada tahun pertama kehidupan adalah varus 15°. Sejak anak berusia 18 bulan, sudut tersebut meningkat menjadi netral, dan ekstremitas bawah tampak lurus. Selama tahun kedua dan ketiga, sudut tibiofemoral meningkat menjadi kurang lebih 12° valgus. Selama tahun berikutnya, valgus berkurang menjadi seperti pada orang dewasa, 7° pada pria, dan 8° pada wanita.


New Picture
 








Gambar 12. Perkembangan sudut tibiofemoral selama pertumbuhan

Genu Varum Patologis

Pada anak, penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum patologis. Namun begitu, pada anak tersebut harus dievaluasi kemungkinan penyebab lainnya seperti, displasia metafisis, osteokondromatosis, hemihipertofi, hemimelia fibula atau tibia, displasia epifisis multipel, osteokondrodistrofi, akondroplasia, displasia fibrosa. Trauma atau infeksi pada fisis atau epifisis dan fraktur metafisis juga dapat berakibat pada deformitas varus. Kondisi yang melunakkan tulang seperti riketsia dapat menyebabkan deformitas varus atau valgus, bergantung kepada penjajaran anak pada awitan dari kondisi. Gangguan metabolik seperti riketsia mengganggu seluruh lempeng epifisis, sedangkan Blount’s disease menggangu hanya aspek medial dari tibia proksimal.

Genu Valgum Patologis

Osteodistrofi renal sekunder dari insufisiensi ginjal kronik (renal rickets) merupakan penyebab tersering dari genu valgum. Penataksanaan medis yang semakin baik, dialisis renal dan transplantasi renal yang semakin tersedia secara bermakna meningkatkan kemungkinan hidup anak-anak ini. Tidak jarang, anak-anak dengan obesitas dapat berkembang menjadi genu valgum idiopatik. Selain itu, osteokondroma pada femur distal atau tibia proksimal menyebabkan gangguan pertumbuhan deformitas valgus atau lebih jarang varus. Trauma langsung dari lempeng epifisis tibia proksimal atau femur distal (seperti salter IV atau V) berakibat pada deformitas angular pada kemudian hari. Pada anak yang lebih muda, trauma metafisis tibia juga menyebabkan valgus progresif atau angulasi di kemudian hari. Penyebab lainnya meliputi infeksi, tumor, kelainan kongenital, dan kondisi herediter sepeti displasia metafisis dapat menyebabkan deformitas angular. Gangguan paralisis seperti cerebral palsy dan polio juga dapat menyebabkan defomitas rotasional dan valgus karena pita iliotibial yang kuat, menjadi deformitas valgus.
2.6 Patofisiologi
1230552-1258400-1355974-1372699.jpgAlignment normal artinya adalah panjang ekstremitas bagian bawah sama (satu dengan lainnya) dan aksis mekanik (pusat gravitasi) membagi lutut ke dalam 2 bagian sama besar ketika pasien berdiri dengan patella menghadap ke depan.Posisi ini memberikan tekanan yang relatif seimbang pada kompartemen medial dan lateral.






Gambar 13. Pembagian kuadran sendi lutut

Genu Varum

Pada anak berusia kurang dari 2 tahun, genu varum fisiologis sering terjadi, namun dapat membaik dengan sendirinya (self-limited) dan tidak berbahaya. Pada anak yang lebih tua dengan varus patologis, dengan lutut bergeser ke lateral, aksis mekanik jatuh pada kuadran dalam sendi lutut; pada kasus yang lebih buruk, aksis tersebut bahkan tidak berpotongan pada lutut. Sebagai akibatnya, kondilus femoral medial dan plateau medial dari tibia mendapat beban patologis. Efek Heuter-Volkmann akan menekan fisis dan bagian kartilaginosa struktur ini dan menghambat osifikasi normal dari epifisis.





http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/orthopedic_surgery/1230552-1258400-1355974-1372695.jpg
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/orthopedic_surgery/1230552-1258400-1355974-1372697.jpg

 








Gambar 14. Deviasi aksis mekanik pada genu varum

Genu Valgum

Pada genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi beban pada femur dan tibia lateral, menghambat pertumbuhan dan bahkan  memicu terjadinya lingkaran setan. Tidak hanya pertumbuhan fisis terhambat, tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann pada seluruh epifisis yang menghambat ekspansi tulang normal. Menurut prinsip Heuter-Volkmann, tekanan berkelanjutan atau berlebih pada epifisis memberikan efek inhibisi terhadap pertumbuhan.
2.7 Manifestasi Klinis
Tampakan klinis pada anak dengan genu varum dan genu valgum yang paling utama adalah pendeknya psotur tubuh anak, karena pada esktremitas bawah anak, terbentuk garis kesejajaran tibia dan femur yang abnormal (membentuk sudut ke arah medial atau ke arah lateral). Biasanya anak dengan genu varum menunjukkan postur tubuh pendek yang lebih abnormal dibandingkan pada anak dengan genu valgus.
Keluhan lain pada  anak adalah pola jalan yang abnormal, pola jalan abnormal ini sering menimbulkan kesulitan berjalan pada anak, karena langkah anak akan melambat. Kesulitan berjalan ini sering nampak pada anak dengan sudut antara femur dan tibia lebih dari 15° baik pada genu varum dan genu valgus.
Pada kondisi yang progresif, yaitu angulasi yang dibentuk sangat progresif, terjadi gangguan titik tumpu berat tubuh terhadap sendi lutut, baik perpindahan titik tumpu ke arah medial dari pusat sendi lutut pada genu varum dan ke arah lateral dari pusat sendi lutut pada genu valgum, akan mengakibatkan penekanan berlebihan pada sendi lutut dan struktur yang ada di sekitarnya. Pada kondisi ini dapat muncul keluhan nyeri pada sendi lutut karena penekanan berlebih, juga dapat terjadi dislokasi atau subluksasi patella yang berulang.
Text Box: Tampakan anak dengan genu varum (pada gambar sebelah kiri) dan anak dengan genu valgum (pada gambar sebelah kanan)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Anamnesis
Evaluasi klinis genu varum dan genu valgum dimulai dengan wawancara medis (anamnesis). Seringkali pasien mengeluhkan adanya nyeri lutut. Riwayat penyakit keluarga dan deskripsi mengenai awitan dan perjalanan penyakit dari deformitas, penting dalam menentukan etiologi. Riwayat keluarga penting untuk mengetahui adanya penyakit yang diturunkan seperti sindrom marfan, osteogensis imprefekta, dan sebagainya. Seorang anak yang asimptomatik atau dengan perjalanan penyakit yang cepat perlu dicurigai adanya kondisi yang lebih serius seperti gangguan neurologis, kelainan kongenital, tumor, atau infeksi.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada permeriksaan awal dilakukan penilaian penilaian tinggi badan anak, kemudian dilakukan pengecekan sesuai dengan kurva tinggi badan sesuai umur. Biasanya didapati tinggi badan anak dibawah persentil normal dari tinggi badan anak terhadap umur yang seharusnya.1
Selanjutnya dilakukan evaluasi ektremitas bawah pada anak. Pada awal pemeriksaan untuk dapat mengevaluasi secara keseluruhan ekstremitas bawah anak, maka pakaian yang menghalangi pemeriksaan ekstremitas harus dilepas. Dinilai pola berdiri anak, apakah ada posisi abnormal dari kesegarisan ekstremitas bawah anak, dinilai ada atau tidaknya keabnormalan cara jalan anak. Jika didapatkan keabnormalan, kemudian anak diminta untuk berbaring pada meja pemeriksaan untuk menilai apakah ada genu varum dan genu valgus. Untuk penentuan kelainan pada anak dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan mengukur sudut femoral-tibia, yaitu sudut yang dibentuk antara paha dan kaki bagian bagian bawah; atau dapat dinilai dengan menghitung jarak antar tulang, yaitu jarak interkondilar (pada genu varum): jarak yang ada diantara kondilus medial femur dari kedua lutut atau dengan mengukur jarak intermaleolar (pada genu valgum), yaitu jarak antara malleolus medial pada pada pergelangan kaki. Pada pemeriksaan jarak interkondilar untuk menentukan adanya genu varum, pasien dalam posisi berdiri dengan kedua pergelangan kaki saling bersentuhan, sedangkan untuk pemeriksaan jarak intermalleolar, anak diminta berdiri dengan lulut yang dirapatkan dan saling bersentuhan. Pemeriksaan ini dilakukan, karena harusnya pada saat anak berdiri dalam posisi kedua kaki saling merapat, seharusnya baik lutut dan pergelangan kaki (kondilus dan maleolar) akan saling bertemu. Pada anak usia 10 sampai dengan 16 tahun, jarak interkondilar normal kurang dari 4 cm pada anak perempuan dan kurang dari 5 cm pada anak laki-laki, sedangkan untuk jarak intermelleolus normal adalah kurang dari 8 cm untuk anak perempuan dan kurang dari 4 cm untuk anak laki-laki.







 









Pemeriksaan jarak intermalleolus               Pemeriksaan jarak interkondiler
 pada anak dengan Genu Valgum.              Pada anak dengan Genu Varus



3.2  Pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan radiologi dilakukan jika anak memiliki tinggi badan dibawah persentil 25 (berdasarkan kurva tinggi badan terhadap umur). Untuk genu varum maupun genu valgum, pemeriksaan radiologis dilakukan dengan mengambil foto antero-posterior paha hingga pergelangan kaki untuk kedua esktremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis anatomik dari ekstremitas bawah diukur untuk penentuan diagnosis. Pada anak-anak dengan genu varum, dilakukan pengukuran sudut metafisis-diapfisis (metaphyseal-diaphyseal angle). Pada anak dengan kecurigaan memiliki kelainan genu varum, dapat dilakukan penilaian sudut metafisis-diafisis (metaphysical-Diaphysial Angle, MDA) untuk membedakan antara genu varum dan tibia vara, pada genu varum sudut yang dibentuk biasanya kurang dari 11 derajat, sedangkan pada tibia vara sudut yang dibentuk melebihi 11 derajat.
Text Box: Metaphyseal-Diaphyseal (M-D) angle. Gambar sebuah garis pada radiograf melalui fisis tibia proksimal. Gambar garis lain sepanjang korteks tibia lateral. Kemudian, gambar garis perpendicular seperti yang ditunjukan pada gambar.
Text Box:  
Gambaran radiologis Genu Varum
 
Pada pemeriksaan genu valgum, dilakukan pengukuran aksis mekanikal, yaitu aksis yang digambar dari tengah kepala femur hingga pada pertengahan dari sendi pergelangan kaki; harusnya garis ini akan tepat membagi dua dari sendi pergelangan kaki. Pada variasi normal, seharusnya garis tersebut masih berada pada 50% tengah dari sendi pergelangan kaki. Genu valgum didefinisikan sebagai deviasi lateral dari aksis atau deviasi diluar dari margin sendi kruris. Deformitas mungkin terjadi pada femur, tibia, atau keduanya. Sudut normal dari femoralis distal adalah 84° (6° dari valgus), dan sudut proksimal tibial medial 87° (3° dari varus).
3.3  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2.      Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3.      Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran. (Doengesm 1999).
4.      Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak. (Wong, 2003)

3.4  Intervensi dan Rasional
a.          Diagnose keperawatan 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
b.         Tujuan : klien mengalami pengurangan nyeri
c.          Kriteria hasil :
-    Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
-    Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.
No.
Intervensi
Rasional
1
Kaji status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
memberikan data dasar untuk
 menentukan dan mengevaluasi
 intervensi yang diberikan.
2
Berikan lingkungan yang nyaman, dan  aktivitas hiburan ( misalnya : musik, televisi )
Meningkatkan relaksasi klien
3
Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi
meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
4
Kolaborasi :
Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri
mengurangi nyeri dan spasme otot. (Doenges, 1999).

a.       Diagnose keperawatan 2 : Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat.
b.      Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
c.       Kriteria hasil :
-   Pasien tampak rileks
-   Melaporkan berkurangnya ansietas
-   Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
No.
Intervensi
Rasional
1
Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis.
2
Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara
Membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
3
Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak
4
Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis
Daa t menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.(Doenges, 1999)

a.       Diagnose keperawatan 3 : Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran. (Doenges 1999).
b.      Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu
c.       Keriteria hasil :
-    Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif
No.
Intervensi
Rasional
1
Diskusikan dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga
Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
2
Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan
Membantu dalam pemecahan masalah
3
Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
Menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)

a.       Diagnose keperawatan 4 : Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak. (Wong, 2003).
b.      Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak .
c.       Kriteria hasil :
-    Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
-    Mengalami peninggkatan mobilitas
No.
Intervensi
Rasional
1
Lakukan pendekatan langsung dengan klien
Meningkatkan rasa percaya dengan klien
2
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan
Memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan
3
Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien
Membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
4
Motivasi dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain
Secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi. (Wong, 2003)


3.5  Evaluasi
a.       Pasien mampu mengontrol nyeri
-    Melakukan teknik manajemen nyeri,
-    Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
-    Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
b.      Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
-    Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
-    Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
-    Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
c.       Memperlihatkan konsep diri yang positif
-    Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
-    Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
d.      Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi












BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang. Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada, sedangkan valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
Genu varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis tengah, sedangkan genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.
Genu varum dan valgum dapat merupakan variasi normal (fisiologis) dan membaik secara spontan. Sebagian lainnya, merupakan kondisi patologis yang memerlukan penyangga (brace) dan tindakan pembedahan.


4.1  Saran
Sebagai seorang perawat, sedah menjadi kewajiban untuk memberikan tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan kepada pembentukan tingkat kenyamanan pasien, manajemen rasa sakit dan keamanan. Perawat harus mampu mamahami faktor psikologis dan emosional yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat juga harus terus mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.





DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Helmi, Noor Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar