BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi
abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi
pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada
tangkai tulang.
Genu varum dan genu valgum, merupakan kekhawatiran
umum pada tahun-tahun awal kehidupan. Genu varum adalah angulasi
tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis tengah, sedangkan
genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut
menjauhi garis tengah. Untuk mayoritas anak, masalah ini merupakan variasi
normal (fisiologis), dan membaik secara spontan. Sebagian lainnya, akan
mengalami masalah kosmetik ataupun fungsi yang memerlukan penyangga (brace) dan tindakan pembedahan.
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang baik dapat
membantu mengevaluasi masalah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Genu varum dan genu valgum?
2.
Apa
penyebab dari Genu varum dan genu valgum?
3.
Bagaimana
manifestasi klinis dari Genu varum dan genu valgum?
4.
Bagaimana
patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum?
5.
Apa
pemeriksaan penunjang untuk Genu varum dan genu valgum?
6.
Bagaimana
komplikasi Genu varum dan genu valgum?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan Genu varum dan genu valgum?
8.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan Genu
varum dan genu valgum?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang Genu varum dan genu
valgum dan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan kasus Genu varum dan
genu valgum.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan
tentang Genu varum dan genu
valgum.
2.
Menjelaskan tentang penyebab dari Genu
varum dan genu valgum.
3.
Menjelaskan
tentang manifestasi klinis dari Genu
varum dan genu valgum.
4.
Menjelaskan
tentang patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum.
5.
Menjelaskan tentang pemeriksaan
penunjang untuk Genu varum dan genu valgum.
6.
Menjelaskan tentang komplikasi Genu
varum dan genu valgum.
7.
Menjelaskan tentang penatalaksanaan Genu
varum dan genu valgum.
8.
Menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Genu varum dan
genu valgum.
1.4
Manfaat
1.
Untuk mengetahui tentang Genu
varum dan genu valgum.
2.
Untuk mengetahui tentang penyebab dari Genu varum dan
genu valgum.
3.
Untuk mengetahui tentang
manifestasi klinis dari Genu varum dan
genu valgum.
4.
Untuk mengetahui tentang
patofisiologi dari Genu varum dan genu valgum.
5.
Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang untuk Genu
varum dan genu valgum.
6.
Untuk mengetahui tentang komplikasi Genu varum dan genu
valgum.
7.
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Genu varum dan
genu valgum.
8.
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Genu
varum dan genu valgum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Deformitas varus dan valgus merujuk kepada angulasi
abnormal dari suatu ekstremitas. Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi
pada sendi, atau pada tulang di dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada
tangkai tulang.
Varus
adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
·
Cubitus
varus adalah berkurangnya sudut lipat siku (carrying angle).
·
Coxa
vara
adalah berkurangnya sudut leher-tangkai femoral (<130°).
·
Genu
varum atau bow leg
(kaki O) adalah kondisi dimana lutut berjauhan saat kaki disatukan.
·
Heel
varus adalah berkurangnya sudut antara aksis kaki dengan
tumit, seperti pada posisi inversi.
·
Talipes
equinovarus adalah deformitas inversi dari kaki,
biasa disertai dengan equinus (deformitas fleksi plantar) dari sendi
pergelangan kaki (sering ditemukan pada kelainan kongenital clubfoot).
·
Metatarsus
varus atau metatarsus
aduktus (istilah yang lebih tepat) adalah deformitas aduktus dari bagian
kaki depan (forefoot) terhadap bagian
kaki belakang (hind foot).
·
Hallux
varus adalah deformitas aduksi ibu jari kaki melalui
sendi metatarsofalangeal.
Valgus
adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien
berada.
·
Cubitus
valgus adalah meningkatnya sudut lipat siku (carrying angle)
·
Coxa
valga adalah meningkatnya sudut leher-tangkai femoral
(>130°)
·
Genu
valgum atau knock
knee (kaki X) adalah kondisi dimana kaki berjauhan saat lutut disatukan.
·
Heel
valgus adalah meningkatnya sudut antara aksis kaki dengan
tumit, seperti pada posisi eversi.
·
Talipes
calcaneovalgus adalah deformitas eversi dari kaki
dengan kombinasi dengan calcaneus (deformitas fleksi dorsal) dari sendi
pergelangan kaki.
·
Hallux valgus
adalah deformitas abduksi ibu jari kaki melalui sendi metatarsofalangeal.
|
|
Genu
varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari
sendi lutut menuju garis tengah. Genu valgum adalah angulasi tulang
dimana segmen distal dari sendi lutut menjauhi garis tengah.
2.2 Anatomi Sendi Lutut
Sendi
lutut merupakan sendi sinovial terbesar pada tubuh. Sendi lutut terdiri dari:
·
Artikulasi antara femur dan tibia,
merupakan sendi penahan beban (weightbearing
joint)
·
Artikulasi
antara patella dan femur
Permukaan Artikular
Permukaan artikular dari tulang
pembentuk sendi lutut dilapisi oleh kartilago hialin. Permukaan utama yang
terlibat adalah:
·
Kedua
kondilus femoralis
·
Aspek superior dari kondilus
tibialis
Meniskus
Ada
dua meniskus, yang merupakan fibrokartilago berbentuk C, pada sendi lutut, satu
pada sisi medial (meniskus medialis) dan lainnya pada sisi lateral (meniskus
lateralis). Keduanya melekat pada faset regio interkondilar dari plateau tibia.
Gambar 5.Meniskus sendi
lutut
Membran Sinovial
Membran sinovial dari sendi lutut
melekat pada tepi permukaan artikular dan tepi luar superior dan inferior dari
meniskus. Pada bagian posterior, membran sinovial memisahkan
membran fibrosa kapsul sendi pada tiap sisi ligamen krusiatum posterior dan
melingkari kedua ligamentum yang memisahkan mereka dari rongga sendi. Pada bagian anterior, membran
sinovial terpisah dari ligament patellar oleh bantalan lemak infrapatellar (infrapatellar fat pad).
Membran Fibrosa
Membran fibrosa
dari sendi lutut sangat luas, sebagian terbentuk dan diperkuat oleh tendon dari
otot sekelilingnya. Secara umum, membran fibrosa menutupi rongga sendi dan
regio interkondiler:
·
Pada sisi medial dari sendi lutut,
membran fibrosa bergabung dengan ligamen kolateral tibia dan berikatan dengan
permukaan internal ke meniskus media.
·
Pada sisi lateral, permukaan eksternal
dari membran fibrosa dipisahkan oleh celah dari ligamen kolateral fibula dan
permukaan internal dari membran fibrosa tidak menempel pada meniskus lateral.
·
Pada sisi anterior, membran fibrosa
menempel pada margin patela dan diperkuat oleh perluasan tendon dari otot
vastus lateralis dan vastus medialis, yang akan bergabung dengan tendon
quadricep femoris pada bagian atas dan ligamen patela pada bagian bawah.
Ligamentum
Ligamen mayor
yang berhubungan dengan sendi lutut adalah ligamen patela, ligamen kolateral
tibia (medial) dan fibula (lateral), dan ligamen krusiatum anterior dan
posterior.
Gambar 8. Ligamen
kolateral sendi lutut A. Tampakan lateral B. Tampakan medial
Peredaran Darah dan Inervasi
Peredaran darah ke sendi lutut
terutama oleh cabang desenden dan genikular dari arteri femoral, popliteal, dan
femoral sirkumfleks lateral pada paha (tungkai atas) dan arteri fibularis
sirkumfleksa dan cabang recurrent dari arteri tibialis anterior pada tungkai
bawah. Pembuluh darah ini membentuk jarinagan anastomosis di sekitar sendi.
Sendi lutut dipersarafi oleh cabang dari saraf obturator, femoral, tibia, dan
fibularis komunis.
Gambar 9. Perdarahan
sendi lutut
2.3 Fisiologi Pertumbuhan Dan Remodelling Tulang
Proses Pertumbuhan Tulang
Tulang memanjang oleh suatu proses
(meliputi osifikasi endokondral) dan melebar oleh proses lainnya (meliputi
osifikasi intramembranosa).
Proses pertambahan panjang tulang
terjadi oleh karena pertumbuhan interstisial pada kartilago diikuti dengan
osifikasi endokondral. Oleh karena itu, ada 2 tempat yang memungkinkan untuk
pertumbuhan kartilaginosa ini, yaitu kartilago artikular dan kartilago lempeng
epifisis.
Gambar 10. Pertumbuhan
tulang pada masa kanak-kanak
Kartilago
articular
Kartilago artikular pada tulang panjang merupakan
satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk epifisis, sedangkan pada tulang pendek,
kartilago artikular merupakan satu-satunya lempeng pertumbuhan untuk seluruh
tulang.
Kartilago
lempeng epifisis
Lempeng
epifisis merupakan lempeng pertumbuhan untuk metafisis dan diafisis pada tulang
panjang. Pada tempat pertumbuhan ini, keseimbangan konstan dijaga antara 2
proses berikut (1) pertumbuhan interstisial dari sel-sel kartilago pada lempeng
pertumbuhan (2) kalsifikasi, kematian dan penggantian pada permukaan metafisis
oleh tulang melalui proses osifikasi endokondral. Empat
zona pada lempeng epifisis dapat dibedakan, sebagai berikut:
·
The
zone of resting cartilage melekatkan lempeng epifisis kepada
epifisis, terdiri dari kondrosit imatur, juga pembuluh darah yang rapuh, yang
berpenetrasi dari epifisis dan memberikan nutrisi bagi seluruh lempeng
·
The
zone of young proliferating cartilage merupakan tempat
pertumbuhan interstisial dari sel kartilago yang paling aktif, yang tersusun
secara vertikal.
·
The
zone of maturing cartilage terjadi pembesaran secara progresif
dan maturasi dari sel kartilago saat mencapai metafisis. Kondrosit ini memiliki
glikogen dalam sitoplasma dan memproduksi fosfatase untuk proses kalsifikasi
matriks di sekitarnya.
·
The zone of calcifying cartilage tipis
dan kondrositnya telah mati sebagai akibat kalsifikasi matriks.
Gambar 11. Histologi dari
lempemg epifisis
Proses
pertambahan lebar tulang terjadi oleh karena pertumbuhan aposisional dari
osteoblas pada bagian dalam periosteum, melalui proses osifikasi
intramembranosa. Secara bersamaan, rongga medulla dari tulang juga semakin
membesar melalui resorpsi osteoklas.
Proses Remodelling Tulang
Ketika
tulang bertumbuh secara longitudinal, daerah metafisis yang sedang aktif
mengalami remodelling secara
berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi akibat deposisi tulang oleh osteoblas
bersamaan dengan resorpsi tulang oleh osteoklas pada sisi yang berlawanan.
Selain itu, proses remodelling tulang dapat terjadi akibat
stress fisik. Tulang terdisposisi pada bagian yang mendapat stress fisik, dan
teresoprsi pada bagian yang kurang mendapat stress fisik. Fenomena ini dikenal
dengan nama Hukum Wolf.
2.4 Epidemiologi
Genu varum fisiologis sering terjadi, biasanya
terjadi pada anak-anak berusia <2 tahun. Secara kontras, varus patologis,
yang dapat terjadi akibat berbagai kondisi, lebih jarang terjadi, khususnya
dengan semakin bertambahnya usia. Penyebab tersering genu varum patologis
adalah penyakit blount, riketsia, dan displasia skeletal.
Genu valgum fisiologis biasanya terjadi pada tahun
kedua dan ketiga kehidupan.Penyebab sindroma, seperti exostoses multipel
herediter, sindroma Down, dan displasia skeletal, seringkali terjadi pada
pasien berusia 3-10 tahun. Genu valgum idiopatik pada remaja mungkin
diturunkan dalam keluarga atau dapat terjadi sporadik. Penyebab tersering genu
valgum adalah osteodistrofi renal.
Pada negara dimana malnutrisi umum terjadi dan akses
terhadap bantuan medis terbatas, insidensi keseluruhan terjadinya genu valgum
dan varum lebih tinggi. Walaupun polio sebagian besar sudah tereradikasi, penyakit
infeksi lain dan trauma yang tidak ditangani dengan baik (atau tidak ditangani
sama sekali) menyebabkan kerusakan fiseal menjadi penyebab tersering dari
deformitas klinis berkelanjutan yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
2.5 Etiologi
Genu
Varum dan Genu Valgum Fisiologis
Genu varum dan
genu valgum fisiologis dijelaskan oleh Selenius dan Vankka. Mereka mempelajari
perkembangan sudut tibiofemoral pada tahun 1480 pada anak normal. Sudut
tibiofemoral pada tahun pertama kehidupan adalah varus 15°. Sejak anak berusia
18 bulan, sudut tersebut meningkat menjadi netral, dan ekstremitas bawah tampak
lurus. Selama tahun kedua dan ketiga, sudut tibiofemoral meningkat menjadi
kurang lebih 12° valgus. Selama tahun berikutnya, valgus berkurang menjadi
seperti pada orang dewasa, 7° pada pria, dan 8° pada wanita.
Genu Varum Patologis
Pada anak,
penyakit blount merupakan penyebab
utama genu varum patologis. Namun begitu, pada anak tersebut harus dievaluasi
kemungkinan penyebab lainnya seperti, displasia metafisis, osteokondromatosis,
hemihipertofi, hemimelia fibula atau tibia, displasia epifisis multipel,
osteokondrodistrofi, akondroplasia, displasia fibrosa. Trauma atau infeksi pada
fisis atau epifisis dan fraktur metafisis juga dapat berakibat pada deformitas
varus. Kondisi yang melunakkan tulang seperti riketsia dapat menyebabkan deformitas
varus atau valgus, bergantung kepada penjajaran anak pada awitan dari kondisi.
Gangguan metabolik seperti riketsia mengganggu seluruh lempeng epifisis,
sedangkan Blount’s disease menggangu hanya aspek medial dari tibia proksimal.
Genu Valgum Patologis
Osteodistrofi
renal sekunder dari insufisiensi ginjal kronik (renal rickets) merupakan penyebab tersering dari genu valgum.
Penataksanaan medis yang semakin baik, dialisis renal dan transplantasi renal
yang semakin tersedia secara bermakna meningkatkan kemungkinan hidup anak-anak
ini. Tidak jarang, anak-anak dengan obesitas dapat berkembang menjadi genu
valgum idiopatik. Selain itu, osteokondroma pada femur distal atau tibia
proksimal menyebabkan gangguan pertumbuhan deformitas valgus atau lebih jarang varus.
Trauma langsung dari lempeng epifisis tibia proksimal atau femur distal
(seperti salter IV atau V) berakibat pada deformitas angular pada kemudian
hari. Pada anak yang lebih muda, trauma metafisis tibia juga menyebabkan valgus
progresif atau angulasi di kemudian hari. Penyebab lainnya meliputi infeksi,
tumor, kelainan kongenital, dan kondisi herediter sepeti displasia metafisis
dapat menyebabkan deformitas angular. Gangguan paralisis seperti cerebral palsy dan polio juga dapat
menyebabkan defomitas rotasional dan valgus karena pita iliotibial yang kuat,
menjadi deformitas valgus.
2.6 Patofisiologi
Alignment normal artinya adalah panjang
ekstremitas bagian bawah sama (satu dengan lainnya) dan aksis mekanik (pusat
gravitasi) membagi lutut ke dalam 2 bagian sama besar ketika pasien berdiri
dengan patella menghadap ke depan.Posisi ini memberikan tekanan yang relatif
seimbang pada kompartemen medial dan lateral.
Genu Varum
Pada anak berusia kurang dari 2
tahun, genu varum fisiologis sering terjadi, namun dapat membaik dengan
sendirinya (self-limited) dan tidak
berbahaya. Pada anak yang lebih tua dengan varus patologis, dengan lutut
bergeser ke lateral, aksis mekanik jatuh pada kuadran dalam sendi lutut; pada
kasus yang lebih buruk, aksis tersebut bahkan tidak berpotongan pada lutut.
Sebagai akibatnya, kondilus femoral medial dan plateau medial dari tibia
mendapat beban patologis. Efek Heuter-Volkmann
akan menekan fisis dan bagian kartilaginosa struktur ini dan menghambat
osifikasi normal dari epifisis.
Genu Valgum
Pada
genu valgum, aksis mekanik bergeser ke lateral, stress patologis memberi beban
pada femur dan tibia lateral, menghambat pertumbuhan dan bahkan memicu terjadinya lingkaran setan. Tidak
hanya pertumbuhan fisis terhambat, tetapi juga terjadi efek Heuter-Volkmann pada seluruh epifisis
yang menghambat ekspansi tulang normal. Menurut prinsip Heuter-Volkmann, tekanan berkelanjutan atau berlebih pada epifisis
memberikan efek inhibisi terhadap pertumbuhan.
2.7 Manifestasi Klinis
Tampakan klinis pada anak dengan
genu varum dan genu valgum yang paling utama adalah pendeknya psotur tubuh
anak, karena pada esktremitas bawah anak, terbentuk garis kesejajaran tibia dan
femur yang abnormal (membentuk sudut ke arah medial atau ke arah lateral).
Biasanya anak dengan genu varum menunjukkan postur tubuh pendek yang lebih
abnormal dibandingkan pada anak dengan genu valgus.
Keluhan lain pada anak adalah pola jalan yang abnormal, pola
jalan abnormal ini sering menimbulkan kesulitan berjalan pada anak, karena
langkah anak akan melambat. Kesulitan berjalan ini sering nampak pada anak
dengan sudut antara femur dan tibia lebih dari 15° baik pada genu varum dan
genu valgus.
Pada kondisi yang progresif, yaitu
angulasi yang dibentuk sangat progresif, terjadi gangguan titik tumpu berat
tubuh terhadap sendi lutut, baik perpindahan titik tumpu ke arah medial dari
pusat sendi lutut pada genu varum dan ke arah lateral dari pusat sendi lutut
pada genu valgum, akan mengakibatkan penekanan berlebihan pada sendi lutut dan
struktur yang ada di sekitarnya. Pada kondisi ini dapat muncul keluhan nyeri
pada sendi lutut karena penekanan berlebih, juga dapat terjadi dislokasi atau
subluksasi patella yang berulang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1
Anamnesis
Evaluasi klinis
genu varum dan genu valgum dimulai dengan wawancara medis (anamnesis).
Seringkali pasien mengeluhkan adanya nyeri lutut. Riwayat penyakit keluarga dan
deskripsi mengenai awitan dan perjalanan penyakit dari deformitas, penting
dalam menentukan etiologi. Riwayat keluarga penting untuk mengetahui adanya
penyakit yang diturunkan seperti sindrom marfan, osteogensis imprefekta, dan
sebagainya. Seorang anak yang asimptomatik atau dengan perjalanan
penyakit yang cepat perlu dicurigai adanya kondisi yang lebih serius seperti
gangguan neurologis, kelainan kongenital, tumor, atau infeksi.
3.1.2
Pemeriksaan Fisik
Pada permeriksaan awal dilakukan
penilaian penilaian tinggi badan anak, kemudian dilakukan pengecekan sesuai
dengan kurva tinggi badan sesuai umur. Biasanya didapati tinggi badan anak
dibawah persentil normal dari tinggi badan anak terhadap umur yang seharusnya.1
Selanjutnya dilakukan evaluasi
ektremitas bawah pada anak. Pada awal pemeriksaan untuk dapat mengevaluasi
secara keseluruhan ekstremitas bawah anak, maka pakaian yang menghalangi
pemeriksaan ekstremitas harus dilepas. Dinilai pola berdiri anak, apakah ada
posisi abnormal dari kesegarisan ekstremitas bawah anak, dinilai ada atau
tidaknya keabnormalan cara jalan anak. Jika didapatkan keabnormalan, kemudian
anak diminta untuk berbaring pada meja pemeriksaan untuk menilai apakah ada
genu varum dan genu valgus. Untuk penentuan kelainan pada anak dapat dilakukan
dengan dua cara, yang pertama adalah dengan mengukur sudut femoral-tibia, yaitu
sudut yang dibentuk antara paha dan kaki bagian bagian bawah; atau dapat
dinilai dengan menghitung jarak antar tulang, yaitu jarak interkondilar (pada
genu varum): jarak yang ada diantara kondilus medial femur dari kedua lutut
atau dengan mengukur jarak intermaleolar (pada genu valgum), yaitu jarak antara
malleolus medial pada pada pergelangan kaki. Pada pemeriksaan jarak
interkondilar untuk menentukan adanya genu varum, pasien dalam posisi berdiri
dengan kedua pergelangan kaki saling bersentuhan, sedangkan untuk pemeriksaan
jarak intermalleolar, anak diminta berdiri dengan lulut yang dirapatkan dan
saling bersentuhan. Pemeriksaan ini dilakukan, karena harusnya pada saat anak
berdiri dalam posisi kedua kaki saling merapat, seharusnya baik lutut dan
pergelangan kaki (kondilus dan maleolar) akan saling bertemu. Pada anak usia 10
sampai dengan 16 tahun, jarak interkondilar normal kurang dari 4 cm pada anak
perempuan dan kurang dari 5 cm pada anak laki-laki, sedangkan untuk jarak
intermelleolus normal adalah kurang dari 8 cm untuk anak perempuan dan kurang
dari 4 cm untuk anak laki-laki.
Pemeriksaan
jarak intermalleolus Pemeriksaan
jarak interkondiler
pada anak dengan Genu Valgum. Pada anak dengan Genu Varus
3.2
Pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan radiologi dilakukan
jika anak memiliki tinggi badan dibawah persentil 25 (berdasarkan kurva tinggi
badan terhadap umur). Untuk genu varum maupun genu valgum, pemeriksaan
radiologis dilakukan dengan mengambil foto antero-posterior paha hingga
pergelangan kaki untuk kedua esktremitas. Aksis mekanikal dan juga aksis
anatomik dari ekstremitas bawah diukur untuk penentuan diagnosis. Pada anak-anak
dengan genu varum, dilakukan pengukuran sudut metafisis-diapfisis
(metaphyseal-diaphyseal angle). Pada anak dengan kecurigaan memiliki kelainan
genu varum, dapat dilakukan penilaian sudut metafisis-diafisis
(metaphysical-Diaphysial Angle, MDA) untuk membedakan antara genu varum dan
tibia vara, pada genu varum sudut yang dibentuk biasanya kurang dari 11
derajat, sedangkan pada tibia vara sudut yang dibentuk melebihi 11 derajat.
Pada pemeriksaan genu valgum,
dilakukan pengukuran aksis mekanikal, yaitu aksis yang digambar dari tengah
kepala femur hingga pada pertengahan dari sendi pergelangan kaki; harusnya
garis ini akan tepat membagi dua dari sendi pergelangan kaki. Pada variasi normal,
seharusnya garis tersebut masih berada pada 50% tengah dari sendi pergelangan
kaki. Genu valgum didefinisikan sebagai deviasi lateral dari aksis atau deviasi
diluar dari margin sendi kruris. Deformitas mungkin terjadi pada femur, tibia,
atau keduanya. Sudut normal dari femoralis distal adalah 84° (6° dari valgus),
dan sudut proksimal tibial medial 87° (3° dari varus).
3.3
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping
tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi
tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Gangguan
harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
(Doengesm 1999).
4. Berduka
berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak. (Wong, 2003)
3.4
Intervensi dan Rasional
a.
Diagnose keperawatan 1 : Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologi
b.
Tujuan : klien mengalami pengurangan nyeri
c.
Kriteria hasil :
- Mengikuti
aturan farmakologi yang ditentukan
- Mendemontrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi
individu.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji
status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
|
memberikan
data dasar untuk
menentukan dan mengevaluasi
intervensi yang diberikan.
|
2
|
Berikan
lingkungan yang nyaman, dan aktivitas
hiburan ( misalnya : musik, televisi )
|
Meningkatkan
relaksasi klien
|
3
|
Ajarkan
teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi
|
meningkatkan
relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
|
4
|
Kolaborasi
:
Berikan
analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri
|
mengurangi
nyeri dan spasme otot. (Doenges, 1999).
|
a.
Diagnose keperawatan 2 : Koping tidak efektif
berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses
penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat.
b.
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan
mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
c.
Kriteria hasil :
- Pasien
tampak rileks
- Melaporkan
berkurangnya ansietas
- Mengungkapkan
perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Motivasi
pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
|
Memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep
tentang diagnosis.
|
2
|
Berikan
lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara
|
Membina
hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan
kondisi apa adanya
|
3
|
Pertahankan
kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
|
Memberikan
keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak
|
4
|
Berikan
informasi akurat, konsisten mengenai prognosis
|
Daa
t menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan
sesuai realita.(Doenges, 1999)
|
a.
Diagnose keperawatan 3 : Gangguan harga diri
karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran. (Doenges 1999).
b.
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman
dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak
mampu
c.
Keriteria hasil :
- Mulai
mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Diskusikan
dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan
pribadi pasien dan keluarga
|
Membantu
dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
|
2
|
Motivasi
pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau
pengobatan
|
Membantu
dalam pemecahan masalah
|
3
|
Pertahankan
kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan
menyentuh pasien
|
Menunjukkan
rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga.
(Doenges, 1999)
|
a.
Diagnose keperawatan 4 : Berduka berhubungan
dengan kemungkinan kehilangan alat gerak. (Wong, 2003).
b.
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi
kemungkinan kehilangan anggota gerak .
c.
Kriteria hasil :
- Pasien
menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
- Mengalami
peninggkatan mobilitas
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Lakukan
pendekatan langsung dengan klien
|
Meningkatkan
rasa percaya dengan klien
|
2
|
Diskusikan
kurangnya alternatif pengobatan
|
Memberikan
dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan
|
3
|
Ajarkan
penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai
dengan kemampuan pasien
|
Membantu
dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
|
4
|
Motivasi
dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain
|
Secara
tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi. (Wong, 2003)
|
3.5 Evaluasi
a.
Pasien mampu mengontrol nyeri
- Melakukan
teknik manajemen nyeri,
- Patuh
dalam pemakaian obat yang diresepkan.
- Tidak
mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama
menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
b.
Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang
efektif.
-
Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
-
Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
-
Keluarga mampu membuat keputusan tentang
pengobatan pasien
c.
Memperlihatkan konsep diri yang positif
- Memperlihatkan
kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
- Memperlihatkan
penerimaan perubahan citra diri
d.
Klien dan keluarga siap intuk menghadapi
kemungkinan amputasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Deformitas
varus dan valgus merujuk kepada angulasi abnormal dari suatu ekstremitas.
Deformitas angulasi tersebut dapat terjadi pada sendi, atau pada tulang di
dekat sendi, namun dapat juga terjadi pada tangkai tulang. Varus adalah
angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada, sedangkan
valgus adalah angulasi yang tidak mengikuti pola lingkaran imaginer dimana
pasien berada.
Genu
varum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari sendi lutut menuju garis
tengah, sedangkan genu valgum adalah angulasi tulang dimana segmen distal dari
sendi lutut menjauhi garis tengah.
Genu
varum dan valgum dapat merupakan variasi normal (fisiologis) dan membaik secara
spontan. Sebagian lainnya, merupakan kondisi patologis yang memerlukan
penyangga (brace) dan tindakan
pembedahan.
4.1 Saran
Sebagai seorang perawat, sedah
menjadi kewajiban untuk memberikan tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan
yang diarahkan kepada pembentukan tingkat kenyamanan pasien, manajemen rasa
sakit dan keamanan. Perawat harus mampu mamahami faktor psikologis dan
emosional yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat juga harus
terus mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall.
2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2000.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Helmi, Noor Zairin. 2012.
Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia &
Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G.
bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman
Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar