BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit
TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit Toxoplasma
gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1 –
HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas
(misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan
Coxsackie-B).
Penyakit
TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa
menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun
wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang
semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan perifeir yang
mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem kadiovaskuler
serta metabolisma tubuh.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud torch?
2. Apa
yang menyebabkan torch ?
3. Bagaimana
patofisiologi torch ?
4. Apa
saja klasifikasi toch?
5. Bagaimana
penatalaksanaan torch?
1.3
Tujuan
Adapun tujun penulisan dari makalah ini adalah :
1. Memberikan
informasi kepada pembaca tentang torch.
2. Mahasiswa
dapat mengetahui Asuhan keperawatan torch.
3. Menambah
dan memperluas pengetahuan tentang torch.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
TORCH adalah
singkatan dari Toxoplasma gondii
(Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang
terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus
lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah
deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik taerhadap kuman penyebab
infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman.
Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena
menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai
anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang
terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya,
yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
2.2
Patofisiologi
Penyebab
utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma,
Rubella, CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam,
kucing, burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya.
Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang
berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena
perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan
lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing. Biasanya disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau
toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini bukan virus kucing,
tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan ini
sudah salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal
mana menurut penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit
ini adalah kotoran kucing. Kemudian melalui hewan lain yang menempel dalam
makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh manusia dan menyatu dalam darah.
2.3 Toxoplasma Dondii
Toxoplasmosis adalah penyakit
infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang dapat
menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata,
otak, dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri merupakan penyakit zoonosis yang
tersebar luas di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada burung dan
mamalia termasuk manusia. Kucing merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan merupakan
salah satu genus dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii terdpat di dalam
sel-sel dari system retikulo-endotel dan juga di dalam sel-sel parenkim.
Terdapat 2 macam bentuk dari
Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler bulat atau
lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan
ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron x 4-6
mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan
menurun dengan terbentukya antibodi namun kista Toxoplasma yang ada dalam
jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi
penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan kekebalan rendah
baik infeksi primer maupun infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya
Cerebritis, Chorioretinitis, pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot,
myocarditis, ruam makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang
menyerang otak sering terjadi pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada
awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada bayi yang dapat
menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkab Chorioretinis, kerusakan otak
disertai dengan klasifikasi intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam,
ikterus, ruam, hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat
setelah lahir.
Rubella
Kematian pada post natal rubella
biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk
melalui traktus respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe
sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam
waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia maternal. Saat
ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko
kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada trisemester
pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60%
bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu
ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi,
plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang
terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh
Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada
usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada
dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi
virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan
oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara berkembang, jarang terjadi
infeksi primer selama kehamilan, karena sebagian besar orang telah terinfeksi
dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada ibu, maka bayi
akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar dan
lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi juga
dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak
dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus
dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks. Virus
juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat
diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di
wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus
ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya.
Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan
mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari.
Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi
inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar
ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini,
herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes
neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam
60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada
saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang
melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya.
2.4 Cara Penularan Torch
Penularan TORCH pada manusia dapat
melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara
pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan antara lain sebagai berikut :
a.
Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang
terinfeksi (mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau,
babi, ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke
manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak,
hati dan lainnya.
b.
Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran)
kucing yang menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan
mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada
manusia maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang
tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa
bulan ( Howard, 1987).
c.
Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok
jaringan (trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH
masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan
McLeod 1981, dan Levine 1987).
d.
Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan
menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH
kemudian melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan
terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e.
Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH
ketika mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena
penyakit TORCH melalui plasenta.
f.
Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui
kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit
tersebut bisa menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
g.
Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel
di kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa
terjadi apabila seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju
yang baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
h.
Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan
pada manusia, antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah -
buahan segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga
kemungkinan terkontaminasi oosista lebih besar.
i.
Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit
TORCH. Cara penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan
seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular.
Oleh karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga
terkena penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada
beberapa kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek
- nenek, kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit
TORCH.
2.3 Cara Menghindari Torch
Untuk menghindari sedini mungkin
penyakit TORCH yang sangat membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi
awal yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti
daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak
dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat Celcius, agar oosista - oosista
yang mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya
diberi daging matang untuk mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing.
Tempat makan, minum dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan
mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus, bajing, musang dan lain - lain)
serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan bengkarung yang kemungkinan
dapat sebagai hewan perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya
dilakukan melalui sarung tangan yang disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil,
terutama yang dinyatakan secara serologis sudah negatif, jangan memelihara atau
menangani kucing kecuali dengan sarung tangan.
2.6 Mencegah Torch
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu
hamil, bagi Anda yang sedang merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang
hamil, dapat mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir
dengan baik dan sempurna.
a.
Makan makanan bergizi
Saat hamil,
sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik untuk
perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan
kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk
TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
b.
Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan
kehamilan. Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri
yang dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran
dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
c.
Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab
TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja,
Anda tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
d.
Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang.
Virus atau parasit penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan
mati apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan
tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian Anda.
e.
Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan
kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan
tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH.
Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
f.
Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti
mencuci tangan, sangatlah penting.
2.7 Pengobatan Torch
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi
dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap
infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya
keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya
negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh sudah membentuk
antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig
M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan
tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin.
Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan
memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu
pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu
pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas
dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi
kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk
Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk
menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama dokter
kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis
diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine,
valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin, klindamisin,
alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang
sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara
pengobatan alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat
kesembuhan mencapai 90%.
2.8 Diagnosa Torch
Proses diagnosa medis merupakan
langkah pertama untuk menangani suatu penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan
pengamatan gejala klinis sering sukar dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa
laboratorik dengan memeriksa serum darah, untuk mengukur titer-titer antibodi
IgM atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak
menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa jadi sama sekali tidak
merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan adalah mudah pingsan,
pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran terganggu, radang
tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan, sulit tidur,
epilepsi, dan keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil,
keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap, cacat fisik maupun mental, autis,
keterlambatan tumbuh kembang anak, dan ketidaksempurnaan lainnya.
2.9 Pemeriksaan Torch
1. Cara Pemeriksaannya
a. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen
Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga padat, mula-mula di inkubasi dengan
serum penderita kemudian dengan antibodi berlabel enzim. Kadar antibodi dalam
serum penderita sebanding dengan intertitas warna yang timbul setelah ikatan
antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji aviditas pada ELISA bermanfaat
untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau individu tersebut diperkirakan
terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk menentukan status infeksi
serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan antigen.
Cara Kerja :
a) Lokasi Pengambilan Sampel
-
vena mediana cubiti ( dewasa )
-
vena jugularis superficial
b) Cara kerja pengambilan sampel :
-
Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan
biarkan menjadi kering kembali
-
Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
-
Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena
tidak bergerak
-
Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang
dibutuhkan
-
Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
-
Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
-
Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding
tabung
-
Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan
jenis specimen.
b. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau
tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi
rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat
sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM
terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18
minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
c. Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat
bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi
akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang
silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
d. Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV
II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien:
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan:
·
Suhu
tubuh meningkat
·
Malaise
·
Sakit
tenggorokan
·
Mual
dan muntah
·
Nyeri
otot
c. Riwayat kesehatan dahulu:
1. Kliensering berkontak langsung dengan binatang
2. Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
1. Kliensering berkontak langsung dengan binatang
2. Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
d. data psikologis
e. data spiritual
f.
data social dan ekonomi
g. Pemeriksaan fisik
·
Mata
: Nyeri
·
Perut
: Diare, mula dan muntah
·
Integument:
suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat, timbulnya rash pada kulit
·
Muskuloskletal:
Nyeri dan kelemahan
·
Hepar
: Hepatomegali dan icterus
3.2 Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri
b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
2.
Hipertemia
b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit ditandai dengan suhu 390c tubuh menggigil.
3.
Kekurangan
volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan ditandai
dengan diare
3.3 Intervensi
1.
Diagnose
1: Nyeri b/d adanya proses infeksi / inflamasi.
a.
Tujuan
: mengurangi nyeri
b.
Kriterian
hasil :
-
Klien
melaporkan nyeri hilang dan terkontrol
-
Klien
tampak rileks, Klien mampu tidur/istirahat dengan tepat.
c.
Intervensi
a.
Berikan
lingkungan yang tenang sesuai kebutuhan.
R/ menurunkan reaksi stimulasi dari
luar atau sensitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/reaksi.
b.
Tingkatkan
tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.
R/ menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri.
c.
Kolaborasi
dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgesic seperti asetamenofen.
R/ Untuk menghilangkan rasa nyeri
yang berat.
2.
Diagnose
2: Hipertemia b.d peningkatan tingkat metabolisme penyakit ditandai dengan suhu
39, 50C , tubuh menggigil
a.
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
b.
Kriteria
hasil:
-
Terjadi
peningkatan suhu
-
Kulit
kemerahan dan hangat waktu disentuh
-
Peningkatan
tingkat pernapasan
c.
Intervensi:
a.
Monitor
tanda-tanda vital : suhu tubuh
R : Sebagai indikator untuk
mengetahui status hipertermi
b.
Ajarkan
klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat sedikitnya 2000ml/ hari
untuk mencegah dehidrasi
R : Dalam kondisi demam terjadi
peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
c.
Berikan
kompres dengan air biasa pada lipatan ketiak dan femur
R : Menghambat pusat simpatis di
hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar
keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan.
d.
Anjurka
klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R : Kondisi kulit yang mengalami
lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur, juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.
3.
Diagnose
3: Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
ditandai dengan, diare
a.
Tujuan:
memenuhi kebutuhan cairan tubuh
b.
Kriteria
hasil:
-
Mempertahankan
volume sirkulasi adekuat
-
Tanda
– tanda vital dalam batas normal
-
Nadi
ferifer teraba
-
Haluaran
urine adekuat
-
Membrane
mukosa lembab
-
Turgor
kulit baik.
c.
Intervensi
:
a.
Awasi
pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekwensi sering dan
tawarkan makan pagi paling besar.
R : Makan banyak sulit untuk
mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari,
membuat maskan makanan yang sulit pada sore hari.
b.
Berikan
perawatan mulut sebelum makan;
R : Menghilangkan rasa tak enak
dapat meningkatkan napsu makan.
c.
Anjurkan
makan pada posisi duduk tegak.
R : Menurunkan rasa penuh pada
abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
d.
Konsul
pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan
pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi. R : Berguna dalam
program diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi individu
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
TORCH adalah
singkatan dari Toxoplasma gondii
(Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang
terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus
lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi
ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada
wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan.
4.2 Saran
Untuk selalu
waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan cara
penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup
bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,Lynda
Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, M.E. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba.
Price, Sylvia &
Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2.
Bandung: PT. Alumni.
Smeltzer & Brenda G.
bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol II. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus